Selasa, 07 April 2009

Tinggalkan Saja

Tuding aku untuk luka yang kutoreh untukmu
Berdarah kau harapkan aku
bernanah hatimu oleh janjiku
Dan asa yang larut layu dalam jeritmu..

maki aku untuk air mata yang luruh dari tatapmu
Buku-buku jiwa yang kutebas patah oleh sembilu
Mimpi-mimpi yang kuperkosa dengan keliaranku
Hari lalu..kini..esok yang kububuhi dengan kelabu

Tampar aku, untuk cinta berkarat yang membungkus hatiku
Pada apa kau berharap kelu

maaf..
aku tak lagi untukmu..
Kau putih untuk hitamku..
kau bening untuk keruhku..
Warnai lagi lembar harimu,
Bukan dengan aku..

Lengket-lengket gimana gituu...

Kok masih ada ya??
padahal udah dibuang semua yang bisa ngingetin gw ke dia..
padahal udah iklas..
padahal gw udah coba buat lagi mukadimah yang baru..
tapi dia ada terus...
ga mikirin di hari-hari gw, eehhh...dia nongol di mimpi gw
Anjrit!!
Itulah kalo lo udah ngerasa udah ngepas banget sama seseorang..
Sampe mo mampus ngelupainnya, teteuuupp..aja dia menclok di otak lo!
Sampe kapaaaaaan kayak gini..!!

Rabu, 18 Maret 2009

Karena Dia, ada

selalu ingin menemui pagi, meski hanya gundah terasa
dan jika ingin mencandai embun, hanya resah merona
lelah juga meniti usia...namun tak rela juga menolaknyabenci..murka..lara..air mata..cinta..
hanya umpatan kata-kata yang berujung air mata!
lalu, untuk apa?

menyetubuhi malam pun hanya gelisah yang ada
diam..diam..diam..lalu berteriak marah!!
ugh! Dunia tak adil!

Lho..lho..lho...kenapa?
Tuhan tak memberi apa yang diminta!
duka diberi ketika suka dinanti
pedih diberi ketika kasih didamba
jauh diberi ketika dekat diharap
hampa singgah ketika cinta didoa...

wahai hati yang lembut...
Tuhan tahu apa yang engkau perlu
mungkin ada dosa tersisa untukku..untukmu..untuknya..
jangan berhenti merintih pada-Nya
jangan biaskan wajah putihmu dari-Nya
karena Dia, ada
karena Dia, aku ada
karena Dia, aku cinta

Kamis, 05 Maret 2009

Selingkuh


Tak hanya sekedar embun diatas daun magnolia
Kamu adalah udara yang membuatnya tumbuh bernyawa
Melihatmu mekar dibatas cakrawala hari ini
Sungguh, aku bertanya...Apakah kamu yang menyimpan hati ini?
Salah ku berpikir bahwa kamu hanya sekedar hari yang berlalu
Hanya titik-titik gerimis yang kemudian enggan mencurahkan sejuk airmu.
Harapku luluh ketika hatimu tak sudi berbagi
Dan ada saat ketika kau tepis sentuhanku
Dan saat itu, aku bersedu hati...
Jika aku sendiri...
Jika belum ada yang mengisi hari...
Jika, jika, jika....
Apa bedanya? Jika akupun bisa memberi hatiku untukmu dan juga hariku untuknya...
Tanpa wajah purnamamu,
Tak ada lagi senja mengganti sore.
Tanpa sentuhan belah bibirmu,
Tak ada lagi puisi yang mampu kurangkai
Kamu adalah inspirasi...
Kamu adalah kata-kata...
Kamu adalah cinta...

Perempuan & Ikat Kepala Putih

"Perempuan & Ikat Kepala Putih"


Aku cuma bisa bicara pada cermin.
Meski puluhan retak sudah muncul diatas wajahnya yang kaku.
Dulu, anakku bahkan pernah berkata,
Ibu, mengapa jumlah retak cermin sama dengan jumlah kerut di dahi ibu?
Apakah cermin juga berpikir seperti ibu ?
Aku kerap kelu menjawabnya.
Mungkin iya...mungkin tidak...
Yang pasti, laki-laki itu takkan berhenti membunuh !
Dan aku, masih pasti berdiri didepan cermin, memamerkan air mataku padanya, dan mengukir satu demi satu kerut diatas dahiku.


Masih belum terhapus noda tanah pusara diantara jemariku.
Jari-jari kecil tak berdaya, yang luka oleh tajam kerikil, pecahan kaca dan sayatan logam berkarat, ketika tanganku sendiri yang mengorek setumpuk demi setumpuk tanah makam untuk anakku.
Yah...anakku !
Anakku yang menjerit iba ketika kobar api menghisap nyawanya.
Dan aku...
Aku hanya bisa menangis diantara tindihan tubuh-tubuh busuk penuh nafsu binatang laki-laki itu.
Mereka...musuh suamiku !

Laki-laki, bapak anakku, tega membawa pertempurannya ke rumahku.
Peluru, pedang, darah dan caci maki membawa pergi kedamaian yang dulu pernah nyaman tinggal di rumah ku.
Cinta sering datang bersama kasih, mengetuk pintu kami dan bermain di beranda bersama anak-anak kami.
Damai....tenang....indah..........
............................................
Sampai akhirnya laki-laki dikampungku mulai bercanda dengan angkara !
Pedang mulai berayun merobek dada.
Desing-desing peluru bising mencabut nyawa.
Bersama lengking-lengking barisan kemaluan perempuan kami yang diperkosa oleh amarah musuh-musuh laki-laki kami !
Demi apa ??

Aduh gustiiiiii...
Lebih muliakah perjuangan mereka daripada kami, perempuan dan darah daging mereka?
Laki-laki kami rela meletakkan nyawa anak-anak kami dan kehormatan kami dibawah kakinya, untuk menjaga amanah Engkau, katanya.

Ampun Gusti, ampuuuun...
Tapi bukankah kami lah amanah mereka ??
Tidakkah durhaka bagi mereka yang meyiakan keluarganya ?
Bukan kami, bukan anak kami yang sudah mengurai tanah, yang durhaka...
Tapi dendam dalam hati mereka !
Kemurkaan dalam kepala mereka !
Kesombongan dalam mata mereka !
Itu yang durhaka !!

Kini, kain putih sudah pun berikat.
Perempuan-perempuan kami sudah pun bertekad.
Cukup !!
Tak perlu hidup dengan kaummu, jika kami pun tak pernah hidup di hatimu.
Berdarah-darah lah kamu dengan kehormatanmu !
Bergembiralah mencabut nyawa musuh-musuhmu !
Tapi kami bukan sekutumu !!
Warna kulit kami, bukan alasan untuk membunuh.
Keyakinan kami tak pantas menjadi perisai perang kaummu...

Laki-laki...
Pulanglah ke rumah kami dengan kain putih dikepalamu.Semoga bukan kain putih yang membungkus tubuhmu.....