Senin, 31 Januari 2011

Adakah Konspirasi Setanisme di Tubuh Vatikan?

Simbol salib terbalik telah santer terdengar sebagai lambang penentangan para pengikut satanisme, sebagai simbol untuk gerakan anti Christ, yaitu sebuah gerakan bawah tanah untuk menentang Kristus. Simbol perlawanan tersebut diwujudkan dalam bentuk salib yang sengaja dibalikkan, dengan posisi kepala salib berada dibawah. Salib ini kerap dipergunakan oleh para pemuja setan dalam ritual-ritual setanisme. Dalam konser-konser musik tertentu, simbol ini juga sering dipertontonkan dan dijadikan lambang aksi-aksi teatrikal untuk menghina keberadaan Kristus. Dalam sebuah konsernya, Madonna pernah memperagakan dirinya yang sedang disalib, dan salib terbalik yang terbakar.


Sontak, adegan penghinaan tersebut mendapatkan reaksi keras dari kalangan gereja yang merasa telah dilecehkan oleh perbuatan tak beretika dari artis tersohor tersebut. Isu merebak dengan mengaitkan agama yang dianut Madonna, yaitu Kaballah, sebuah sekte Yahudi yang dianggap hitam oleh beberapa kalangan. Vatikan menuding pertunjukan Madonna tersebut sebagai “salah satu pertunjukan

setan terhebat dari seluruh pertunjukan setan yang ada dalam sejarah manusia!”

Yang menjadi perdebatan kemudian adalah, ternyata simbol salib terbalik itu dipergunakan sebagai hiasan pada singasana Paus. Pada kunjungan Paus John Paul II ke Israel, tampak jelas sang Paus duduk pada singasana yang memiliki ukiran salib terbalik di atas kepalanya.

Para penganut teori konspirasi yang juga penentang Vatikan, spontan mengaitkan penggunaan salib terbalik (inverted cross) tersebut sebagai bentuk konkrit persekutuan Vatikan dengan kelompok setanisme. Tudingan dilancarkan oleh para penentang gereja, yang menuduh bahwa Paus John Paul II dan gereja yang dipimpinnya telah mengabaikan dan menodai kehormatan Vatikan dan Katolik secara umum. Berbagai tuduhan pedofilia yang dilakukan oleh beberapa kardinal, dihubungkan dengan isu ‘asap setan’ yang telah merasuki Tahta Suci Vatikan. Isu mengenai ritual setanisme di Vatikan, pernah diangkat oleh seorang mantan orang dalam Vatikan sendiri, yang bernama Malachi Martin. Dalam bukunya, yang diklaim oleh penulisnya, dibuat berdasarkan kisah nyata Vatikan, ia menuliskan pada halaman 632[1]:

"Yang paling menakutkan untuk (Paus) John Paul [II], karena ia telah menemukan sesuatu yang tidak mungkin dapat dihapuskan keberadaannya yaitu berupa kekuatan jahat di Vatican dalam diri beberapa orang uskup chancelleries. Itulah yang dipahami oleh para gerejawan dengan apa yang disebut' sebagai superforce." Desas-desus selalu sulit untuk diuji, juga terikat dengan awal penetapannya pada masa kekuasaan Paus Paul VI di tahun 1963. Memang Paul menyinggung sangat serius mengenai "asap setan, yang telah memasuki Tempat Kudus'... yang menunjuknya secara tidak langsung kepada sebuah upacara penobatan yang dilakukan oleh pemuja setan di Vatikan.

Tapi benarkah teori yang menyebutkan bahwa Vatikan telah berkonspirasi dengan pemuja setan tersebut? Mengapa begitu banyak peristiwa hitam para Paus yang seakan-akan dipendam rapat-rapat dalam ruang arsip Vatikan yang dijaga ketat oleh Swiss Guard dan teknologi canggih? Mengapa Vatikan tetap menggunakan simbol salib terbalik meskipun di masyarakat Kristen dan non Kristen telah terdapat kebingungan untuk membedakan mana salib St. Peter, dan mana salib setan? Lalu mengapa patung-patung setan dan manusia-manusia telanjang bulat bertebaran di gereja-gereja Vatikan? Begitu banyak pertanyaan bernada konspiratif yang tidak dapat dijawab secara gamblang.

“Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, Tuhan Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku” (Kitab Keluaran, 20:4-5).

Firman Tuhan dalam 10 Perintah Allah (Perjanjian Lama) umat Kristen, memiliki kemiripan dan makna yang jelas dengan aturan di dalam Islam, yaitu melarang pendirian patung-patung, apalagi memujanya. Tetapi faktanya, patung-patung Kristus, para rasul, dan termasuk patung-patung yang menyimbolkan setan, bertebaran di tempat-tempat suci Vatikan dan gereja lainnya di seluruh dunia. Apakah ini bentuk perlawanan ‘asap setan’ yang bersembunyi di Tahta Suci? Apakah ini ada kaitannya dengan salib terbalik yang dipuja oleh para penyembah iblis?

Gereja pun kemudian memberikan penjelasan. Salib terbalik sesungguhnya merupakan simbolisasi penghormatan terhadap St. Petrus. Konon pada tahun 64 M, Kaisar Romawi, Nero meradang kepada umat Kristen, yang ketika itu masih dianggap sebagai sekte ilegal, sebagai dalang kebakaran besar yang melanda kota Roma. Kaisar Nero memburu dan menghukum orang-orang Kristen dengan cara-cara yang tak terperi brutalnya. Banyak orang-orang Kristen yang tidak tahu duduk permasalahan, ditangkap-dilumuri lilin panas dalam keadaan hidup, dan kemudian tubuh mereka dibakar sebagai penerang pesta-pesta kebun yang mewah milik Kaisar Nero (sekarang menjadi kebun-kebun di Vatikan). Sementara orang Kristen lainnya sengaja diumpankan kepada singa-singa lapar di arena laga para gladiator.

Puncak kebiadaban Nero terjadi pada tahun 67 M, dimana ketika itu Paus Vatikan, St. Peter ditangkap oleh Nero dan dihukum salib. Metode penyaliban ketika itu merupakan sebuah bentuk hukuman yang umum dilakukan kepada para penjahat, dan merupakan bentuk hukuman yang paling hina. Dikisahkan, bahwa St. Peter merasa tidak pantas untuk dihukum salib dengan metode yang sama dengan yang diterima oleh Kristus. Dan oleh karena itu, dengan ‘kerendahan hatinya’ ia sendiri yang memohon kepada Nero agar dia disalibkan secara terbalik, dengan kepala berada dibawah. Kisah inilah yang kemudian menginspirasikan penggunaan salib St Peter, sebagai pertanda kerendahan hati, dan digunakan oleh Paus di Vatikan.

Dan mengenai patung-patung yang menjadi bagian dari ritual Kristen, gereja menjawab bahwa pelarangan penggunaan patung-patung dalam tradisi Kristen lebih dikarenakan pada masa itu (masa Perjanjian Lama), orang-orang Yahudi belum dewasa pola pikirnya dalam menyikapi patung-patung yang dijadikan berhala.

“Larangan dalam Perjanjian Lama mempunyai tujuan pendidikan, karena itu hanya bersifat sementara. Dengan berjalannya waktu, kedewasaan berpikir semakin matang. Inilah cara bagaimana orang-orang Kristen seharusnya memahaminya. Mereka mulai dengan gambaran Kristus dan melukiskan bagian-bagian hidup-Nya untuk membantu orang semakin dekat dengan Tuhan. Gereja-gereja, kapel, bahkan makam-makam dibuat dengan pemahaman yang sama[2].”

Para penentang menganggap pembelaan tersebut sebagai pembodohan dan pembenaran yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin kitab suci dibuat hanya untuk sementara? Mengapa ‘firman Tuhan’ yang dianggap ‘diatas segala-galanya’ bisa lalai dalam memperhitungkan pendewasaan berpikir umat manusia? Penentangan ini muncul telah sejak lama, dimana akhirnya orang-orang Kristen Protestan menolak untuk menggunakan patung-patung apapun dalam peribadatannya, sebagaimana yang ngotot dipertahankan oleh petinggi-petinggi Katolik.



[1] The Keys of this Blood

[2] Dikutip dari Jubelum edisi 55, tahun V, Oktober 2004, sebagai salah satu pembelaan gereja Katolik terhadap pertanyaan mengenai penggunaan patung-patung dalam tradisi Kristiani Katolik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar