Kamis, 05 Maret 2009

Perempuan & Ikat Kepala Putih

"Perempuan & Ikat Kepala Putih"


Aku cuma bisa bicara pada cermin.
Meski puluhan retak sudah muncul diatas wajahnya yang kaku.
Dulu, anakku bahkan pernah berkata,
Ibu, mengapa jumlah retak cermin sama dengan jumlah kerut di dahi ibu?
Apakah cermin juga berpikir seperti ibu ?
Aku kerap kelu menjawabnya.
Mungkin iya...mungkin tidak...
Yang pasti, laki-laki itu takkan berhenti membunuh !
Dan aku, masih pasti berdiri didepan cermin, memamerkan air mataku padanya, dan mengukir satu demi satu kerut diatas dahiku.


Masih belum terhapus noda tanah pusara diantara jemariku.
Jari-jari kecil tak berdaya, yang luka oleh tajam kerikil, pecahan kaca dan sayatan logam berkarat, ketika tanganku sendiri yang mengorek setumpuk demi setumpuk tanah makam untuk anakku.
Yah...anakku !
Anakku yang menjerit iba ketika kobar api menghisap nyawanya.
Dan aku...
Aku hanya bisa menangis diantara tindihan tubuh-tubuh busuk penuh nafsu binatang laki-laki itu.
Mereka...musuh suamiku !

Laki-laki, bapak anakku, tega membawa pertempurannya ke rumahku.
Peluru, pedang, darah dan caci maki membawa pergi kedamaian yang dulu pernah nyaman tinggal di rumah ku.
Cinta sering datang bersama kasih, mengetuk pintu kami dan bermain di beranda bersama anak-anak kami.
Damai....tenang....indah..........
............................................
Sampai akhirnya laki-laki dikampungku mulai bercanda dengan angkara !
Pedang mulai berayun merobek dada.
Desing-desing peluru bising mencabut nyawa.
Bersama lengking-lengking barisan kemaluan perempuan kami yang diperkosa oleh amarah musuh-musuh laki-laki kami !
Demi apa ??

Aduh gustiiiiii...
Lebih muliakah perjuangan mereka daripada kami, perempuan dan darah daging mereka?
Laki-laki kami rela meletakkan nyawa anak-anak kami dan kehormatan kami dibawah kakinya, untuk menjaga amanah Engkau, katanya.

Ampun Gusti, ampuuuun...
Tapi bukankah kami lah amanah mereka ??
Tidakkah durhaka bagi mereka yang meyiakan keluarganya ?
Bukan kami, bukan anak kami yang sudah mengurai tanah, yang durhaka...
Tapi dendam dalam hati mereka !
Kemurkaan dalam kepala mereka !
Kesombongan dalam mata mereka !
Itu yang durhaka !!

Kini, kain putih sudah pun berikat.
Perempuan-perempuan kami sudah pun bertekad.
Cukup !!
Tak perlu hidup dengan kaummu, jika kami pun tak pernah hidup di hatimu.
Berdarah-darah lah kamu dengan kehormatanmu !
Bergembiralah mencabut nyawa musuh-musuhmu !
Tapi kami bukan sekutumu !!
Warna kulit kami, bukan alasan untuk membunuh.
Keyakinan kami tak pantas menjadi perisai perang kaummu...

Laki-laki...
Pulanglah ke rumah kami dengan kain putih dikepalamu.Semoga bukan kain putih yang membungkus tubuhmu.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar